Jumat, 13 April 2012

Keterkejutan

Yah ini judul yang cocok untuk menggambarkan betapa terkejutnya gue membaca Supernova Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh. Gue tahu mungkin telat banget baru baca hari ini. Yah seenggaknya gue melahap novel ini dari pagi sampai sore. Dan kesan gue, gue merasa terkoyak-koyak. Sial! Okelah bahasanya Dewi Lestari gue mungkin terinfeksi. Tapi, emang gue merasa terkoyak-koyak atau terinfeksi, ada banyak kata yang dia tulis dengan pengetahuannya tentang dunia fisika, psikologi bahkan hingga biologi oh iya, satu lagi filsafat. Semua kata itu enggak mungkin gue tulis di blog ini. Banyaklah, baca aja kalau tertarik. Oke, sungkat aja, ada ungkapan yang dia tulis yaitu Opto, Ergo Sum, artinya Aku Memilih, Maka Aku Ada. Maksudnya apa sih? ini yang sedang gue cari tahu, penjelasan singkatnya di novelnya ini tidak menjawab kehausan gue akan maksud dari kata-kata. Kenapa jadi begitu mnegoyak-ngoyak gue? Belakangan ini gue dekat dengan pemikiran eksistensialisme. Oke, dari pada Decartes yang mencetuska Cogito, Ergo Sum, Aku Berfikir, Maka Aku Ada, gue lebih suka dengan eksistensialismenya Sartre, Ekstensi Mendahului Esensi. Nah, kelihatan kan perbedaan ketiganya. Decartes cenderung mementingkan esensi atau makna baru Ada, sedang Sartre mementingkan Ada baru esensi sedang si penulis novel ini? Coba direnung-renung Aku memilih, maka Aku ada. Penulis memaparkan bahwa kata aku adalah subjek tunggal dan universal. Penulis mengatakan kaitannya dengan kesadaran yang dikaitkan dengan teori-teori fisika dan blablanya, gue masih belum paham. Begini mengapa gue masih belum paham? Dalam pandangan gue jika seseorang memilih ia tidaklah lepas dari struktur sosial yang ada, ah tunggu-tunggu iya, ini mungkin maksudnya 'subjek tunggal dan universal'. 



sekedar intermezzo ini sampul bukunya

Oh iya,teringat lagi dengan tulisannya tentang perkembang biakkan bakteri-bakteri awal di kehidupan (mungkin penulis meyakini teori evolusi Darwin), yang gue pahami penulis menyatakan bahwa bakteri-bakteri yang jumlahnya banyak ini pada masa awal kehidupan menyadari senyawa oksigen yang mereka hasilkan justru menjadi racun, maka mereka melakukan persilangan untuk membentuk organisme baru. Sesuai dengan perkembangannya maka, bakteri-bakteri tersebut menjadi bagian dari diri kita, manusia. Kaitannya dengan Opto, Ergo Sum itu, jadi sebenarnya struktur sosial yang telah ada merupakan perwujudan dari kehendak bakteri-bakteri yang terdapat di dalam diri kita. Penulis menggambarkan bahwa manusia itu hampa, hampa tanpa adanya bakteri. Ah, entahlah, seperti itu atau bukan maksudnya penulis. Gue juga enggak paham-paham banget gue rasa, dunia ilmu pengetahuan alam sebenarnya selalu menarik perhatian gue dari SD, tapi ah kondisi enggak pernah memungkinkan gue buat mengenal segala hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan alam. Ketika SMP gue melihat pelajaran yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan alam begitu membosankan, tahulah, gue hanya diajarkan menghapal rumus kecepatan dll. Membosankan menurut gue, monoton. Tapi setelah membaca novel ini, seraya gue pengen bilang Shit! gue kemana aja selama ini, ilmu pengetahuan alam begitu relatif. Selalu ada kemungkinan. Okelah, teori chaos yang diungkapkan penulis membuat gue begitu tetarik. Sebenarnya tentang teori chaos ini bukan pertama kali gue membacanya di novel Dewi Lestari ini, pernah satu ketika teman diskusi gue melenceng dengan membahas tentang teori chaos. Tertarik tapi tidak sampai membuat gue ingin mengetahuinya lebih lanjut. Dan setelah membaca novel ini, okelah, ini sudah saatnya gue bangkit dari zona aman. Udah ah capek. Baca aja kalau emang tertarik. : )

Tidak ada komentar: