Jumat, 08 Februari 2013

Wanderlust

Gue nemu banyak arti kata wanderlust, referensi sederhana dari Wikipedia begini:
Wanderlust is a strong desire for or impulse to wander or travel and explore the world.
 Tapi, ada definisi wanderlust yang pernah ditag-in temen gue di facebook, begini definisinya:
Wanderlust: a desire to travel, to understand one's very existence.
Keduanya bagi gue memiliki makna yang dalam. Tapi, makna yang kedua bikin hati gue bergidik. Baiklah, kisah ini akan dimulai (tampang muka serius).

Sehabis lulus kuliah, gue akui ada dorongan besar dalam diri gue buat menceburkan diri dalam sebuah perjalanan panjang. Melakukan perenungan, mencari diri, mencari  makna, mencari hati, mencari apa yang selama ini para filsuf perdebatkan. Eksistensi. Satu kata sederhana yang didefinisikan oleh jutaan, milyaran manusia sejak dahulu hingga sekarang. Gue yakin, saat ini, setiap detik, orang masih memikirkan hal ini. Meski, enggak semuanya sadar bahwa inilah yang mereka pikirkan. Biasanya hanya sambil lalu gitu aja. Ada yang membuangnya begitu aja, ada yang sampe gila, ada yang sampe bunuh diri, ada yang, ah terlalu banyak kisah manusia tentang hal ini. Gue bukan sang maha tahu dan mampu menuliskan itu semua.

Perjalanan itu udah lama kita rancang, gue sama temen-temen gila gue yang gue juga enggak ngerti kenapa bisa berteman. Emang pada dasarnya kita semua gila makanya bisa berteman. Kita melakukan perjalanan menuju Malang. Yah, bagi gue sebenarnya kemanapun itu, gue akan ikut (emang dasarnya pengen jalan-jalan). Jadilah kita berangkat ke Malang pada 7 November 2012 dari Stasiun Kota, Jakarta dan menuju Stasiun Pasar Turi, Surabaya.  Lumayan, perjalanan memakan waktu 9 jam. Lumayan bikin pantat tepos, tapi bakal bikin pantat bengkak, dan pastinya pantat gue akan menjadi seksi (abaikan, hahaha). Kita berlima, entah apa yang ada di pikiran kita saat itu, di saat orang-orang udah pada mikirin mau kerja apa, mau ngapain abis lulus, eh kita malah jalan-jalan. Kayak hidup cuma buat hari itu. Ah udahlah, emang dasar orang gila.

Sembilan jam di kereta, lumayan kita bisa bikin kegaduhan di kereta itu di jam-jam awal keberangkatan kereta. Ya iyalah, bete berat kan ngapain sembilan jam bengong aja. Jadilah, kita bikin permainan. Kita main ABC lima dasar terus yang kalah harus berdiri dari bangkunya. Nah, gue sih enggak masalah kalau sekedar berdiri doang, masalahnya adalah ketika berdiri temen-temen gue pada nyebut nama gue dengan suara yang keras melebihi kerasnya suara roda kereta. Damn! gue malu. Kebetulan gue kalah mulu. Kampret! ah, tapi emang dasar orang gila. hahahaha. Kita sampe diliatin sama orang-orang segerbong.

Nah, ada lagi. Kita kan berlima, kita dapet kursi yang berenam. Jadi ada satu bangku yang diisi oleh orang yang enggak kita kenal. Dia udah bapak-bapak gitu. Kita sih cuek aja sama itu bapak-bapak. Tapi, mungkin karena bapak-bapak itu enggak enak sebangku sama lima orang cewek-cewek gila kayak kita, jadi dia sering pegi-pergian dari kursinya. Yang gila adalah temen gue bilang: bapak tadi mirip sama kepala sekolah Shinchan. Anjrit! siapa yang enggak ngakak dibilang kayak gitu. Gue sampe sekarang aja masih inget sama mukanya. Sorry Sir, we don't mean it to be rude with you, I swear! GBU.

Baiklah, sampai di Stasiun Pasar Turi, Surabaya. Langsung melaju ke Malang. Tapi sebelumnya kita harus ke Terminal Bungurasih. Lalu melaju ke Malang, menuju ke rumah nenek dari salah satu temen gue yang ikut dalam rombongan tersebut. Keesokan harinya kita menuju Pantai Bale Kambang. Kebetulan banget, itu pantai lagi sepi. Oh iya, kalau mau menuju ke sana enggak ada kendaraan umum yang sampai di sana, karena emang itu pantai terpencil. Macem melakukan perjalanan menuju Pantai Ujung Genteng. Kita harus melewati lereng-lereng pengunungan dan di ujung sana menanti pantai biru, berkerikil putih yang ingin segera disambut. Yah, berkerikil putih. Di sana, lebih banyak kerikil-kerikil kecil ketimbang pasir putihnya. Tapi, gue jamin enggak bakalah nyesel ke sana. Indah banget meeenn.

Jadilah di pantai kita bermain-main, ke sana kemari, nyebur, bangun ini dan itu, foto cantik, foto jelek, foto gila bahkan gue naek-naek pohon macem monyet. Tapi yang berkesan buat gue adalah berjemur di pantai. Terpaan sinar matahari, hilir mudik angin pantai yang membelai-belai rambut basah terkena air asin dan sekelibat pikiran-pikiran eksistensi dan niat kita yang kata temen gue, kita jalan-jalan buat 'healing'. Entahlah, itu semua terasa indah, lepas dan ada.

Keesokannya kita ke Surabaya, menemani temen gue yang mau ada tes. Kita berempat awalnya mendek di mall Tunjungan Plaza. Yah mall! Rasanya pengen bunuh diri lama-lama di mall tersebut. Hingga akhirnya kita memutuskan keluar dan mencari apa yang bisa diberikan Surabaya kepada kita. Jalan ke sini dan ke sana, melewati kantor balai kota Surabaya dan akhirnya sore datang. Temen gue selesai tesnya dan dia bakal tes lagi besok di Surabaya. Akhirnya, tiga orang dari kita (termasuk gue) memutuskan stay di Surabaya, entah mau ngingep, mau ngegembel yang jelas gak mau ikut balik ke Malang. Sayang aja. Akhirnya dua orang balik ke Malang dan kita bertiga di Surabaya.

Kita nonton pertunjukan tayub di Balai Pemuda. Yah, tayub! gue juga kagak ngerti-ngerti amat, cuma unik aja ngeliat kebudayaan di Surabaya. Hingga tengah malam pun tiba. Pertunjukan tayub hampir mencapai puncaknya, kita udah pada capek, akhirnya kita memutuskan untuk nyari tempat istirahat. Nah, ini dia petualangan lain baru dimulai. Gue dan kedua temen gue iseng aja sih pengen nanya-nanya, kali aja di sekitar daerah situ ada penginapan murah. Akhirnya gue bertanyalah kepada seorang ibu yang gue temui di toilet dan bertanya niat kita buat mencari penginapan. Sialnya, si ibu itu enggak tahu apa-apa tentang penginapan. Si ibu itu nanya ke temennya yang juga seorang ibu-ibu. Temennya ibu itu menghampiri kita dan tanya-tanya. Salah satu temen gue udah panik, gue sok cool aja (pret!). Dan makin sialnya lagi adalah, temen ibu itu juga enggak tahu soal penginapan. Jadilah dia bertanya ke temennya juga yang kebetulan seorang bapak-bapak. Bapak itu nanya-nanya kita lagi. Gue udah bosen ditanya-tanya mulu. Woy, gue cuma mau nyari penginapan bukan pengen diintrogasi, lagi juga kita kagak kesesat! Gue menggerutu dalam hati tapi mulut dengan manis menjawab setiap pertanyaan mereka. Ah, anak baik.

Akhirnya, bapak itu mengantarkan kita ke penginapan di Balai Pemuda. Sayangnya, penginapan di sana penuh. Jadinya, dia dengan baik hati mau mengantarkan ke penginapan yang agak deket dari sana, tapi kita jalan sekitar 15 menitan. Sampai di penginapan, kita bertiga tanya-tanya. Eh, gilanya itu penginapan mahal banget, terus setiap kamar paling bisa diisi dua orang. Gue udah jelasin pelan-pelan kalau kita butuh bermalam sampe subuh doang dan enggak mau lama-lama, abis itu kita cabut. Sayang, kita tidak bersepakat dan akhirnya kita keluar. Ternyata sampai di luar si bapak dan satu ibu tadi (yang satu lanjut nonton tayub) masih ada di luar. Damn! kesel juga mereka masih di sana. Yah, bukan apa-apa sih, kita enggak mau ngerepotin aja, tapi mereka perhatiannya keterlaluan.

Akhirnya, kita bilang: "Pak, kita nyari taksi aja." Beloman selesai ngomong, dia langsung nyamber: "Iya taksi aja, nanti kalian langsung ke Bungurasih dan terus ke Malang. Setahu saya, bis ke Malang ada 24 jam di Bungurasih." Daripada puyeng, gue iya-iyain aja. Pas, di taksi kita muter pikiran dan nemu jalan. Ah, iya kan di deket tunjungan plaza ada Mc Donalds. Tapi enggak tahu, itu bukanya 24 jam apa enggak. Sebelumnya, kita juga udah berencana mau ke sana, cuma enggak tahu buka 24 jam apa enggak. Akhirnya, meluncurlah itu taksi ke depan Mc Donalds. Dan ternyata buka! Gue kayak mau sujud syukur! (aku anak alim). Masuklah kita ke surga itu dan ternyata rame banget! Kita sempet mikir, ini apa enggak ada tempat nongkrong lain apa buat orang-orang Surabaya. Ramainya bener-bener deh, kayak jam 12 siang, saat-saat orang mau makan siang.

Akhirnya, kita bertiga menghabiskan malam di sana. Mengganjal mata dengan menu seadanya di Mc Donalds. Berbicara ngalor-ngidul, ketawa-ketiwi, hingga hampir terlelap dan harus membuka mata lagi. Takut-takut kita bertiga kepulesan. Berabeh kalau kepulesan kan. Dan akhirnya, fajar mulai terlihat warnanya, membujuk kita bertiga yang tengah didera kantuk dan lelah dahsyat untuk keluar dan melihat Surabaya pagi. Kita berjalan menyusuri jalan dan mencari sesuap nasi. Lumayan jalannya, tapi Surabaya pagi tenang, adem dan menyejukkan.

Selesai sarapan di bawah pohon besar nan rindang, kita kembali ke Balai Kota buat nonton pertunjukkan Reog Ponorogo. Yah, Surabaya makin memanas. Seakan-akan matahari ngasih diskonnya kebanyakan. Buat kita bertiga yang kemarin seharian berjalan, sore enggak mandi, malamnya enggak tidur dan paginya enggak mandi juga. Surabaya semacam gurun sahara dengan jutaan manusia. Akhirnya, selesai nonton Reog Ponorogo, kita mencari mushola. Sampai di sana, adem bener! (bukan ngiklan ah). Gue kagak kuat lagi buat nahan kantuk dan rasa lelah. Tertidurlah kita berempat. Ah ya, temen kita yang satu lagi telah bergabung. Entah berapa lama kita tidur. Gue tidurnya pasrah aja, enggak perduli mau ada apa. Gue capek, jadi tidurnya nyenyak. Ketiga temen gue yang ikut tidur, mereka bilang dikit-dikit bangun gelisah, mungkin ada perasaan enggak enak.

Bangun dengan wajah kucel, baju seadanya. Ada satu hajat yang belum tuntas. Gue mau mandi. Dengan segala kepedean yang gue punya. Gue mandi di mushola itu, aha! Dan temen-temen gue yang lain juga mandi. Abis puas mandi dan tidur, kita berjalan lagi menuju tunjungan plaza dan menemui teman gue yang selesai dengan ujiannya. Akhirnya. Setelah itu kita kembali ke Malang.

Keesokannya, kita menuju ke Pantai Pasir Putih di Situbondo. Kata temen gue perjalanan ke sana membutuhkan waktu 4 jam. Lama amat! Tapi, ah udahlah, gue mau ke mana aja ikut aja. Perjalanan empat jam dengan menggunakan bis yang jalannya ngebut kesetanan karena emang jalanannya lancar itu berasa gue ada entah di mana. Gue rasanya enggak mau bis itu berhenti dan terus melaju entah kemana. Perjalanan menuju Situbondo ada sejuta pemandangan indah. Sepanjang jalan ada sawah-sawah memanjang dan sesekali ada pohon-pohon kelapa. Dan paling menakjubkan bagi gue, hamparan bukit yang  memeluk bumi di sepanjang jalan menuju Paiton. Dan lebih menakjubkannya lagi adalah perjalanan pulangnya ketika melewati PLTU di Paiton, itu indah banget! (Maklum gue lahir dan tumbuh besar di kota.)

Baiklah, sampai di Pantai Pasir Putih. Sebenarnya itu pantai lebih tenang daripada Pantai Bale Kambang yang memiliki ombak yang besar. Tenang banget. Sesekali gue menutup mata dan mendengarkan bisikan angin, seolah-olah angin dan gue menyatu dan berterbangan menuju angkasa kembali menjadi bintang, bersatu dengan partikel-partikel lain yang pernah terpisah milyaran tahun yang lalu.

Selama beberapa hari di Malang, cukupkah menjadi 'healing' bagi gue dan temen-temen gue? Entahlah, gue enggak tahu. Tapi, kesunyian itu dan ketenangan yang gue dapatkan di antara deru roda kendaraan, suara bising gesekan roda kereta dan rel dan kekonyolan yang kita lakukan. Gue rasa itu cukup memberi obat buat gue pribadi. Meski, gue masih menginginkan sebuah perjalanan yang lebih jauh dan penuh akan keheningan.

Sebelum menutup tulisan ini, gue mau ucapin banyak-banyak makasih sama keluarga temen gue yang mau menampung kita di rumahnya. Dan terutama buat Yangti (yang belum lama ini baru meninggal, sedih gue enggak bisa dateng, semoga Yangti diterima di sisi Tuhan, amin.) yang baik banget dan jadi orang tua yang pengertian banget buat kita di sana. Dan oh iya, tulisan tanpa foto-foto enggak akan yahud, gue kasih di akhir aja. Dan semua foto-foto ini adalah milik temen gue. Thanks to her..

Narsis dikit di Stasiun Pasar Turi, Surabaya.

Lima gadis baik-baik 

Salah satu pemandangan di Pantai Pasir Putih, Situbondo.

Masih di Pantai Pasir Putih, Situbondo.
Pantai Bale Kambang


Tidak ada komentar: