Jumat, 25 November 2011

Desember

Malam ini aku tengah berjalan sendiri, menikmati aroma angin malam yang aku endus melalui hidungku. Aku menikmati terpaan kasar angin malam disertai dengan dedaunan dan rintik hujan, aku sungguh menikmatinya. Jika kau disampingku mungkin kau akan memarahiku yang sedang membiarkan diriku diterpa angin malam dan gerimis. Langkah yang aku ambil malam ini untuk menikmati malam semata-mata adalah caraku untuk mengenangmu yang selalu pulang dalam keadaan basah kuyup di akhir desember tahun lalu. Aku hanya menantimu di rumah, seorang diri, menghawatirkan dirimu yang selalu pulang dalam keadaan kuyup. Desember memang musim hujan, Desember memang mengukuhkan betapa mencintaimu bukanlah sebuah kewajiban tapi sebuah keinginan. Desember mengajarkanku bahwa berada di sisimu adalah pilihan yang paling beralasan dalam hidupku. Desember selalu memberikan kenangan padaku bahwa air hujan yang menempel di pipimu, bahumu, tanganmu, tubuhmu, hingga kakimu adalah salam cinta dan sayang yang aku rengkuh ketika aku memelukmu. Aku ingin menyatu bersama air hujan yang masih tersisa di dirimu. Itu adalah cara hujan menyatukan dua orang yang sedang kasmaran. Setiap bulan dalam satu tahun memiliki cara tersendiri dalam menyatukan dua hati. Dan cara Desember adalah yang paling aku suka. Memelukmu dalam keadaan basah kuyup membuatku merasa mampu mengeluarkan aura panas dalam tubuhku hingga aku mampu menghangatkan dirimu yang tengah menggigil. Aku tahu kamu memarahiku karena memelukmu, tapi apa daya diriku, memelukmu ketika dalam keadaan basah kuyup bukanlah kewajibanku untuk menghangatkanmu tapi itu adalah keinginanku untuk menerima cara Desember menyatukan kita. Aku masih mengingat momen itu hingga hari ini, hingga ketika gerimis mulai menyentuh pipiku. Gerimis itu bercampur dengan air mataku, aku menangis yah aku selalu menangis ketika mengenangmu.




Aku terhenti, aku melihat bangku taman kosong yang telah dipenuhi dedaunan. Aku memilih untuk duduk di sana, merasakan basahnya kayu bangku taman yang basah ini. Aku menyenderkan tubuhku, menarik nafas. Aku lelah berjalan jauh apalagi disertai angin dan gerimis. Aku tahu tubuhku tak mampu berjalan jauh, aku tahu aku tidak diperbolehkan terkena angin kencang apalagi hujan-hujanan. Aku terlalu lemah untuk menjadi manusia, aku terlalu rapuh untuk menjalani kehidupan seperti layaknya manusia biasa. Aku tidak boleh berlari, aku tidak boleh berjalan terlalu jauh. Tubuhku tak mampu melakukan itu semua. Aku tidak mengindahkan nasihat-nasihat dari para dokter tersebut, aku tidak mengindahkan nasihat ibuku, ayahku, abangku. Aku ingin menikmati malam-malam Desember seperti ini, karena ini adalah caraku untuk menyatu denganmu, karena ini adalah keinginanku untuk mengenangmu melalui Desember. Kini nafasku tersengal, malam semakin dingin, ah aku hanya menggunakan cardigan tipis ini. Ini cardigan yang ia berikan padaku pada Desember tahun lalu, aku menyukainya sangat menyukainya. Nafasku mulai tidak beraturan, aku tahu mungkin ini saatku. Kupejamkan mataku, mengenang dirimu yang datang dalam keadaan basah kuyup, mengenang dirimu yang tersenyum dalam keadaan lelah, rambutmu yang basah dan berantakan, jaket hitammu yang basah, celana hitammu yang basah, sepatumu yang basah. Aku merasa kau memelukku saat ini dengan erat. Aku tidak lagi merasa menggigil. Hangat. Hangat.

Tidak ada komentar: