Sabtu, 31 Maret 2012

Sebuah Mimpi

Senang sekali rasanya menuliskan tentang mimpi, senang sekali rasanya menuliskan angan-angan. Siapa pula yang tidak merasa senang menuliskannya? Sedari awal kita dibentuk untuk memiliki angan-angan, kita bermimpi akan suatu hal karena kita tak mampu untuk meraihnya ketika mimpi itu dibentuk atau mimpi itu adalah harapan dari lingkungannya yang tertanam di dalam dirinya. Ini, kita berbicara tentang habitus yang dicetuskan Bourdieu. Habitus bagi Bourdieu adalah seperangkat watak yang tertanam di dalam individu. Siapa yang menanamkannya? Keluarga, lingkungan, alam sekitar dan bahkan semesta. Mimpi hadir berasal dari sesuatu yang tidak mudah digapai oleh manusia, bahkan agama mengajarkan kita untuk bermimpi. Bermimpi tentang surga dan neraka, bermimpi memiliki bidadari-bidadari cantik yang akan menemani di surga. Bermimpi meminum air sungai yang berasa susu, bermimpi bertemu Tuhan setiap hari, bermimpi dan bermimpi. Untuk mencapai mimpinya manusia membutuhkan modal, yah modal yang akan mendukungnya meraih yang ia impikan. 

Semisal, jika ingin masuk ke sebuah perguruan tinggi yang dianggap melahirkan lulusan yang berkualitas, seseorang tidak hanya harus memiliki otak yang cerdas tetapi juga ia harus memiliki uang yang cukup agar diterima di perguruan tinggi idamannya. Begitu juga ketika seseorang mengharapkan surga sebagai tempat di mana akhir ia hidup nanti, ia harus banyak beribadah, berbuat baik dan menjadi baik. Ini yang Tuhan minta, Tuhan yang maha sempurna, Tuhan yang menciptakan manusia, Tuhan yang membuat sebuah permainan menarik yang bernama 'kehidupan'. Anehnya, ia menciptakan otak kepada manusia, setiap manusia memiliki 1 otak dan yang mengejutkan ada jutaan milayaran manusia yang ada di bumi. Kenapa mengejutkan? yah, fungsi otak ini begitu luar biasa, sangat luar biasa,,, Otak ini mampu membuat manusia berfikir, mampu membuat manusia menggunakan 'logika'. Walau sebenarnya pikiran dan logika di sini bagi Bourdieu tidak ada yang murni subyektif. Dengan pikiran dan logikanya ini manusia membuat banyak penafsiran, ulah dan kehancuran. Yah, Tuhan sudah menerangkannya juga di kitab suci. Jadi, yah, merasa hidup seperti flat, sudah ada yang nentuin. Tapi ada ayat dari kitab suci yang mengatakan bahwa tidak akan berubah suatu kaum kecuali kaum itu sendiri mau berubah. Ah, ini ambigu, akal-akalan Tuhan saja mungkin? Ah, konyol,,, akal-akalan? Saya ini menggunakan pola pikir manusia. Yah, karena saya manusia. Tuhan punya logika sendiri yang manusia tidak bisa pahami, yah, jadi walaupun ada jutaan milyaran manusia di bumi dengan berbagai macam tafsir dan paham. Jika semuanya menggunakan logika manusia yah enggak akan pernah menjawab logika Tuhan. Tapi, ah,,, sudahlah,,,

Tidak ada komentar: