Aku melihat sorot matanya kala itu, sendu, sedih dan tidak ada gairah. Aku melihat betapa waktu telah mengrogoti semangat hidupnya, hingga yang tersisa dari dirinya adalah senyum manisnya yang sesekali ia lemparkan kepada kami. Tetapi aku menganggap senyum itu berusaha ia lemparkan kepadaku seorang yang tengah berdiri terpaku menatapnya di sudut ini. Aku tahu sekali ia pandai membuat siapapun tertawa hingga hari inipun ia masih membuat sekelilingnya tertawa dengan cerita-cerita atau komentarnya akan suatu hal. Ia memang pandai memikat hati siapapun tak terkecuali aku yang berdiri di sudut ini. Tetapi ia tidak bisa membohongiku sorotan matanya yang sendu itu sedang menyimpan sebuah permasalahan yang mungkin ia berusaha sembunyikan dari kami (aku).
Terakhir bertemu dengannya ia tidak memiliki sorot mata yang seperti itu, semangatnya membuat lelucon seakan-akan menyatu juga dengan ekspresi wajah, sorot mata hingga gerak tubuhnya. Kini semuanya tampak berbeda, gerak tubuh, ekspresi wajah dan lelucon yang ia ceritakan semuanya tidak seirama. Seakan-akan ia berusaha memaksakannya untuk menjadi seirama. Mungkin tidak ada yang menyadarinya, tetapi aku yang beridiri di sudut ini melihat keanehannya ini. Aku melihatnya dan aku hanya terpaku. Ia selalu bisa membuatku terpaku seperti ini, dalam keadaan senang maupun sedih sepertinya ia selalu bisa membuatku terpaku.
Sama seperti waktu itu, aku selalu berkata dan meyakinkan diri biarkan waktu yang menjawab apa yang akan terjadi antara aku dan dia. Biarkan waktu yang menentukan apakah aku akan selalu berada di sudut ini memandangnya sambil terpaku? Dan nyatanya hingga saat ini aku masih saja terpaku berdiri di sudut ini. Aku melihatnya dan selalu terpaku. Ternyata waktu tidak pernah menjawab, ternyata waktu hanya berlalu bersamanya tetapi tidak bersamaku karena aku masih saja terpaku di sudut ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar