Tepat pukul 12 siang Anggi sampai di kampus, lega rasanya sampai di kampus. Anggi tidak bisa menyembunyikan senyumannya, ia terlalu bahagia. Ia merasa menang atas pikirannya. Ia malah merasa sudah menutup pintu pikirannya semakin rapat, ini adalah pencapaian yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Seakan-akan pikiran-pikiran yang seperti semut rang-rang itu telah pergi menjauh, mungkin mencari pintu pikiran milik orang lain. Anggi merasa begitu bahagia, hingga ia langsung memutuskan untuk pergi ke kelas ketimbang ke kantin untuk bertemu dengan teman-teman diskusinya disana. Anggi mengambil posisi duduk paling depan dengan wajah yang begitu sumringah. Lima belas menit Anggi menunggu dosen dan teman-temannya yang lain, akhirnya kelas penuh dan kuliah dimulai. Dosen mata kuliah ini seperti biasa sebelum memulai kuliah, dosen tersebut mengabsen mahasiswanya satu persatu. Pemanggilan kehadiran sesuai dengan urutan abjad, nama Anggi terletak kelima dari urutan hadir. “Ahmad Mustofa?” panggil dosennya. “Hadir pak!”, Ofa mengangkat tangannya. Ofa berada di urutan keempat. Dan kini giliran nama Anggi yang dipanggil. “Anggi?” panggil dosennya. Tidak ada jawaban. “Anggi? Anggi tidak hadir hari ini?” dosennya tersebut bertanya kepada mahasiswa yang lain. Anggi yang sedang terseyum sumringah kini kaget bahwa namanya baru saja 2 kali dipanggil oleh dosennya. Ia kemudian mengacungkan tangannya dan menjawab “Saya hadir pak!”. Tapi, seakan-akan dosennya tersebut tidak melihat Anggi yang sedang mengacungkan tangan dan jelas-jelas duduk di depan. Anggi mengulanginya lagi “Saya hadir pak, saya ada di sini pak”. Anggi masih menunjukkan wajah yang begitu sumringah tapi lama kelamaan Anggi menjadi bingung karena dosennya tersebut tidak menengok ke arah Anggi. Justru malah bertanya kembali kepada mahasiswa yang hadir “Ada yang tahu kemana Anggi? Dia tidak kuliah?”. Teman-temannya pun bingung, karena tumben sekali Anggi bolos kuliah. Kemudian salah satu dari mereka akhirnya angkat suara “Saya juga enggak tahu sih pak, Cuma sedari pagi Anggi enggak masuk kuliah.”
Anggi begitu bingung, jelas-jelas ia sedang duduk paling depan di kelas. Kenapa semua orang malah bilang ia tidak hadir pada kuliah siang ini? Ia semakin kebingungan ketika dosennya terus mengabsen nama mahasiswa yang berada di urutan keenam, ketujuh dan seterusnya. Anggi masih kebingungan, tapi ia berfikir nanti sajalah mengurus permasalahan absen ini. Setelah selesai kuliah ia bisa mengurusnya. Perkuliahan dimulai. Temanya tentang Uni Eropa. Mata Anggi begitu berbinar-binar ketika dosennya tengah membahas tema ini, ia merasa begitu bahagia, ini tema kuliah yang sangat ia nanti-nantikan, karena ia akan mempelajari tentang kekuasaan baru yang tengah menggeliat di dunia selain Amerika. Anggi menjadi teringat dengan sebuah seminar yang pernah ia hadiri, salah seorang pembicaranya yang secara pasti Anggi ketahui seorang sosialis mengatakan bahwa Uni Eropa adalah kapitalis baru yang berusaha menguasai dunia. Anggi merasa bersyukur ketimbang keliling Jakarta ternyata keputusannya untuk mengikuti kuliah di siang hari ini adalah pilihan yang tepat. Gaya dosen ini yang begitu tenang dan cerdas membuat Anggi merasa ini adalah kuliah yang paling menyenangkan yang pernah ia ikuti sepanjang hidupnya.
Hampir 2 jam dosen tersebut menjelaskan terkait Uni Eropa, kini giliran akan dibuka pertanyaan. “Ok, kira-kira mungkin ada pertanyaan?” dosen tersebut bertanya. Anggi langsung mengangkat tangannya dan dua orang di belakang Anggi pun juga mengangkat tangan. Dosen tersebut menunjuk kepada dua orang teman Anggi yang berada di belakang Anggi. Anggi merasa bingung kenapa ia tidak diberikan kesempatan lebih dahulu, padahal ia duduk paling depan. Tetapi, kemudian ia berfikir kembali, oh... mungkin karena sebelum-sebelumnya Anggi sudah sering bertanya dan mungkin dosen ini sedang memberikan kesempatan kepada temannya yang lain. Kini Anggi mengancungkan tangannya karena ada beberapa jawaban yang diberikan oleh dosennya tersebut terasa menjanggal, tapi anehnya dosennya tersebut seakan-akan tidak melihat Anggi yang sedang mengacungkan tangannya. Anggi memanggil dosennya berkali-kali. Dan kini dengan suara yang begitu keras Anggi memanggil dosennya, “PAK!!! Saya ada disini pak! Saya mau bertanya?”. Tetapi, nampaknya usaha Anggi sia-sia belaka. Karena dosennya tersebut malah berkata “Baiklah, nampaknya jam kuliah kita sudah selesai, mungkin ada pertanyaan lagi? Sebelum saya tutup?”. Kini dengan semangat yang tinggi dan cukup kesal juga nampaknya Anggi mengangkat tangannya dan berkata: “Pak saya sedari tadi ingin bertanya!”. Akan tetapi, dosennya tersebut seakan-akan tidak melihat kehadiran Anggi disana, atau bahkan merasakan kekesalan Anggin yang sudah memuncak.
Anggi kebingungan, ada apa ini? apa yang sebenarnya tengah terjadi? Anggi tidak mengerti. Akhirnya ia memutuskan untuk bertanya kepada temannya yang duduk di sebelahnya. “To? To?”. Tetapi Kunto tidak menengok ke arahnya, seakan-akan acuh dengan Anggi. Kini Anggi semakin bingung. Apa yang terjadi dengannya. Kini Anggi menengok kebelakang dan memanggil temannya yang lain: “Mir? Mir? Lo liat w ada disini kan? Mir?”. Mira pun tidak menengok ke arah Anggi. Anggi menjadi semakin bertanya-tanya, “kok orang-orang pada enggak nyadar kalo gue ada disini?” Kini Anggi memutuskan berdiri dan menuju keluar dari kelas, akan tetapi tidak ada satupun yang merasa heran karena dosen mata kuliah tersebut belum selesai mengakhiri kuliahnya, tetapi Anggi sudah berdiri dan hendak keluar. Kini Anggi semakin bingung, ia semakin merasa seperti inikah rasanya tidak eksis? Seperti inikah rasanya dianggap tidak ada oleh lingkungannya sendiri?. “Oh Tuhan,,,, ada apa ini? apa yang terjadi dengan hamba?” kini Anggi berdoa, suatu hal yang sudah sekian lama tidak Anggi lakukan.
Anggi menuruni tangga demi tangga, berlari keluar dan terus keluar. Anggi tidak tahu kemana arah yang dia tuju, dia hanya terus berlari kebingungan hingga akhirnya ia berhenti di depan pos satpam yang kebetulan disana terdapat televisi yang sedang menayangkan sebuah berita kecelakaan. Anggi terperangah, ia melihat sebuah bis kota yang tadi pagi ia gunakan untuk menuju Jakarta. Ia melihat bis kota tersebut. Ia melihat bis kota tersebut hancur ringsek tertabrak kontainer. Ia mendengarkan narasi dari berita tersebut dengan seksama.
"Telah terjadi kecelakaan beruntun di Jalan Gatot Subroto. Sebuah kontainer yang dibawa oleh seorang pria yang tengah mengantuk menabrak sebuah bis kota jurusan depok-grogol. Tabrakan ini pun menyebabkan beberapa kendaraan bermotor yang tengah melintas di sampingnya terhempas jauh dari jalan. Sebagian besar korban dari bis kota tersebut telah dibawa ke RSCM. Dan sudah dapat dipastikan nama-nama korbannya. Berikut nama-nama tersebut."
Kali ini Anggi semakin penasaran dan melihat nama-nama korban tersebut, hingga akhirnya ia melihat sendiri sebuah nama yang tidak asing lagi bagi dirinnya, sebuah nama yang begitu indah menurutnya, sebuah nama yang diberikan oleh kedua orang tuanya yang baginya kedua orang tuanya tersebut tidak memiliki arti yang begitu besar untuknya, terpampang di stasiun televisi tersebut.
NAMA USIA ALAMAT
ANGGI 21 TAHUN JAKARTA BARAT
Anggi tertegun membaca itu, ia jatuh kebelakang. Kini ia semakin bingung. Entah mesti berbuat apa. Ia merasa belum bertemu dengan malaikat Izrail. Tetapi nama itu? alamat itu? bis kota itu? Apa in? Bagaimana ini?
***SELESAI***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar